20 April 2009

Mengendalikan Pasar, Mencari "Guru Negara"

Dari buah pikiran Iwan Gunawan menulis.....

Sebagai bahan kontemplasi dan renungan kita semua....

“Kelangkaan bukan hanya disebabkan alam, tapi juga manusia. 

Dan ilmu ekonomi tidak hanya bersangkut paut dengan alam sekelilingnya, tapi juga dengan selera konsumsi 
manusia dan kesanggupannya berproduksi” 
(Robert. L. Heilbroner; The Making of Economic Society)

Sistem ekonomi pasar yang diagungkan dapat membina rasionalitas, ternyata telah menciptakan bangsa ini semakin dekat dengan apa yang diangankan (desire) namun semakin jauh dari apa yang dibutuhkan (need). Memicu irasionalitas dalam berkonsumsi. Menciptakan gejolak melalui hadirnya benda-benda produk asing yang menawarkan pemuasan keinginan. Membiak melalui sentra-sentra perbelanjaan di desa dan di kota pelosok nusantara . Sementara kebutuhan bahan pokok kini langka di peredaran permintaan rakyat banyak .

Kelaparan tumbuh mengiris hati berdampingan dengan kemewahan yang menjadi . Gambaran ekonomi (anggaran rumah tangga) negara yang sedang timpang (defisit). Negara yang besar pasak daripada tiang. Pasak yang mewah dimiliki segelintir orang dimana tiang sandang, pangan dan papan hanya menjadi impian bagi para pengemis dan gelandangan. Bisakah pasar dikendalikan oleh negara yang menjadi rumah warganya ? Mungkinkah para gelandangan lapar kembali menghuni rumah tinggalnya ? Bisakah pasak-pasak kemewahan menegakkan kembali tiang-tiang rumah mereka yang kini hidup bergerombol di jalanan ? Dan dapatkah irasionalitas dalam pasar digeser oleh rasionalitas negara agar lahir kebijakan obyektif dimana orang banyak bisa hidup sejahtera ? 

Konsumerisme kini tumbuh di dalam kehidupan pasar. Terdorong oleh pemenuhan keinginan yang melampaui dari apa yang dibutuhkan. Pemilikan benda-benda yang diangankan lebih memberikan kepuasan atas pemenuhan barang-barang pokok yang dibutuhkan. Bentuk keinginan berlebihan yang disebabkan tuntutan egoisme menuju realitas ekonomi yang sakit. Mengabaikan pemenuhan kebutuhan wajar dan kolektif bagi tumbuhnya ekonomi yang sehat. Tercetus oleh spontanitas iklan untuk meraih untung menggelembung. Mengorbankan tuntutan permanen atas barang-barang pokok yang dibutuhkan. Bentuk eksploitasi atas angan-angan konsumen yang menimbulkan banyak kefrustasian. Pasar melalui irasionalitas yang dikandungnya telah merusak organ ekonomi bangsa dengan menyumbat kemajuan penyaluran kebutuhan bagi rakyat yang belum sejahtera. 

Sifat pengrusakan dari pemenuhan angan-angan yang demikian telah menciptakan perilaku korup . Menyusutkan rasa optimis untuk maju karena hidup dihadapkan pada kesulitan dalam usaha pemenuhan kebutuhan. Sementara laba berlipat ganda dikantungi kaum asing dengan pesta pora karena penciptaan atas impian yang melenakan. Disaat tak terpenuhinya kebutuhan meski sekedar untuk melangsungkan kehidupan. Inilah gejala dimana manusia tidak berdaya atas pemilikan uang yang menjadi nadi dari kehidupan pasar. Karenanya, hanya melalui upaya pengendalian pemanfaatan uang atas warganya, pasar untuk pemenuhan kebutuhan dapat memberikan kesejahteraan. 

***
Ekonomi nasional yang sehat adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rakyat secara keseluruhan yang disertai dengan terkendalinya dorongan atas pemenuhan keinginan yang berlebihan. Melalui ekonomi yang sehat itulah suatu bangsa dapat melakukan percepatan pertambahan akumulasi modal keuangan demi peningkatan produktifitas. 

Dengan demikian, pertambahan akumulasi modal merupakan bentuk akibat dari semakin tumbuhnya sikap asketis di kalangan warga negara, yaitu sikap berjuang melalui pengendalian diri dari kemalasan dan keinginan di luar kebutuhan. Dan peningkatan produktifitas disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah yang bertanggung jawab (responsible) atas pemenuhan kebutuhan rakyat. Bijak dalam arti selalu memenuhi kebutuhan secara wajar dengan waspada terhadap kemungkinan terjadinya kesengsaraan. Melalui pencapaian itulah rasa tanggungjawab warga negara terbina. Dimana rakyat berupaya untuk selalu menciptakan pertambahan akumulasi modal bagi pemilikan melalui peningkatan produktifitasnya. Dan tanpa adanya tanggung jawab rakyat demikian, tindakan (kebijakan) pemerintah menjadi sia-sia. Disebabkan biaya (anggaran) pemenuhan kebutuhan rakyat bersumber dari roda keuangan rumah tangga dari negara yang dihuninya. 

Tingginya bantuan dan hutang luar negeri merupakan bukti dari lemahnya kerjasama antara pemerintah dan rakyat, sekaligus menunjukan rendahnya kemandirian diantara keduanya . Oleh karena itu, kerjasama dan kemandirian diantara pemerintah dan rakyat harus selalu diupayakan. Kemandirian negara ditegakkan melalui upaya oposisi politik dari rakyat untuk mengontrol kegiatan pemerintah sejalan dengan konstitusi. Dan kerjasama ditumbuhkan melalui sikap patuh atas hukum untuk menjamin terlaksananya tujuan bernegara . 

Upaya oposisi menjadi sumber dinamika perubahan politik bagi lahirnya kebijakan negara kearah yang lebih obyektif , dan sikap untuk mematuhi hukum menjadi sumber perekat antara rakyat dan pemerintah dalam menjalankan tanggungjawabnya. Dengan demikian, kepatuhan terhadap hukum merupakan tiang bagi terjaminnya rasa keadilan di kalangan warga negara, elemen sosial, partai politik, serta kelembagaan negara. Dan oposisi politik menjadi motor penggerak yang memotivasi penciptaan kebijakan inovatif untuk memenuhi tuntutan obyektif kehidupan rakyat. Oleh karena itu, oposisi dalam politik dan kepatuhan terhadap hukum di dalam kehidupan bernegara menjadi kebutuhan paling dasar dalam melahirkan kebijakan yang adil bagi kesejahteraan rakyat. 

Obyektivitas dengan sendirinya harus menjadi sumber dari rasa tanggungjawab dalam penentuan kebijakan bernegara . Dimana pada satu sisi dapat memperkukuh rasa kebangsaan yang berakibat dengan semakin tingginya motivasi rakyat untuk berprestasi. Dan pada sisi lain dapat mengurangi tingkat ketergantungan terhadap dunia luar yang ditandai dengan semakin berkurangnya bantuan dan pinjaman luar negeri.

***
Pemuasan keinginan pribadi tanpa pertimbangan akan terpenuhinya kebutuhan bersama, merupakan perilaku despotik yang menjatuhkan dedikasi. Pemenuhan kebutuhan bersama tanpa keinginan pribadi untuk maju merupakan perilaku subsisten yang menciptakan kesengsaraan berkepanjangan. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan bersama harus menjadi batas kewajaran dari tujuan kemajuan setiap pribadi dalam mendapatkan kepuasan. Dan kepuasan pribadi harus menjadi tujuan dari pemenuhan kebutuhan bersama agar mendorong penciptaan kegiatan produktif. Oleh karena itu, agar terhindar dari perilaku despotik dan subsisten diperlukan sikap asketis dalam hidup warga negara.

Sikap asketis merupakan bentuk pengendalian diri terhadap dorongan wajar atas keinginan untuk maju dalam mendapatkan kebutuhan. Penghindaran terhadap ekonomi subsisten dilakukan melalui asketisme duniawi yakni berjuang melalui kerja keras untuk meraih kemajuan pemilikan material (alat produksi). Dan penghindaran ekonomi despotik dilaksanakan melalui asketisme ukhrowi yaitu menunda kesenangan dengan mengasihi rakyat yang kekurangan untuk membina spirit hidup bersama (pajak/zakat, menabung dan sidqah jaariyah). 

Tanpa sikap asketik roda perputaran ekonomi menjadi stagnan dan mekanik. Bentuk perputaran yang hanya tergerak oleh adanya bantuan dan pinjaman dari bangsa asing. Cermin dari organ-organ negara yang menjadi sumber daya bangsa hanya bertindak demi enaknya sendiri. Karenanya stagnasi dan mekanisasi ekonomi negara merupakan bentuk kehidupan yang diliputi oleh semakin banyak orang termotivasi oleh kepentingan pribadi semata. Pangkal kehancuran yang bersumber dari sikap egois dengan menanggalkan kenyataan hidup bersama . 

Itulah gejala yang kian nyata dari irasionalitas berkonsumsi, merasuk dalam perekonomian bangsa. Padahal, perekonomian bangsa yang dikenal dengan sebutan koperasi telah bertahun-tahun diperjuangkan dengan bersandar pada organ-organ kerakyatan. Namun kini sokoguru ekonomi bangsa ini hidupnya masih bagai Umar Bakrie. Membina kepentingan bersama tapi tersisihkan nasibnya oleh kebijakan yang tidak adil, pengalaman yang harus menjadi pelajaran . Bukti dimana dalam perjuangannya lebih banyak orang yang masih mengedepankan kepentingan pribadi daripada kebersamaan. Bekerjasama dengan pemerintah (melalui menteri KUKM, dll), namun mengingkari adanya tuntutan akan perubahan kebijakan dari oposisi rakyat yang membutuhkan keadilan. 

Nampaknya, kita harus segera menghadirkan “Guru Negara” setelah para “Guru Bangsa” semakin udzur. Guru yang membimbing untuk hidup tekun, rajin, hemat, kerja keras, jujur dan mengasihi sesama. Serta membimbing untuk menjadi manusia unggul dalam hidup berkompetisi. Seorang pembina yang disegani dalam memajukan kemandirian dan teladan yang dipatuhi dalam hidup bekerjasama. Pro-aktif dalam memperkuat kemandirian dan memperat kerjasama. Dengan usaha yang senantiasa berpijak pada tuntutan yang rasional dan kebutuhan obyektif demi mendapat surplus ekonomi. 

Zaman telah berganti dari kebutuhan membangun rasa persatuan berbangsa menjadi tuntutan untuk memajukan hidup warga negara. Ruh kebangsaan kini menuntut raganya agar menjelma bukan hanya menjadi bangsa yang merdeka tapi juga negara yang sejahtera. Demikiankah maksud dari pengorbanan para pahlawan dan pendirian Bapak Bangsa berjuang melawan penjajahan merebut kemerdekaan ? Aset yang diwariskan untuk menegakan kehormatan rakyat melalui upaya peningkatan derajat kesejahteraan yang bermartabat. 

***
(Matraman Jakarta, 9 Nopember 2007)

0 comments:

Sebelum keluar kasih komentar dulu ya...

Powered By Blogger

Nyari Komisi Gretongan Disini Nih

Primary Education Blogs - BlogCatalog Blog Directory Add to Technorati Favorites
widgets Share/Save/Bookmark online counter

  © Blogger templates 'Neuronic' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP